Jurus Mabuk (Pengurus) PSSI

Muhammad Kholid Asyadulloh

Sumber: Surya, 3 Maret 2008

Tahun 2007 lalu, Presiden Federation Internationale de Football Association (FIFA) secara terbuka menegur Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI). Demi kebaikan sepak bola dan PSSI sendiri, Joseph S Blatter meminta PSSI agar tidak membangkang FIFA. Dengan tegas, Blatter menyatakan, jika sebuah asosiasi sepak bola adalah anggota FIFA, maka ia harus menuruti hukum FIFA dan tidak membantahnya. Penegasan itu disampaikan Blatter di sela menghadiri acara penobatan Pemain Terbaik Dunia Sepak Bola Perempuan, 6/11 (Surya, 07/11/07).
Kemurkaan FIFA bukanlah tanpa sebab, atau karena alasan ingin mendikte PSSI sebagaimana yang terjadi dalam dunia politik. Kemarahan bermula dari sekelompok orang yang memanipulasi Pedoman Dasar (PD) PSSI, dengan tidak mencantumkan beberapa pasal yang diwajibakan oleh FIFA untuk diadopsi oleh semua anggotanya. Demi kepentingan beberapa tokoh hitam sepak bola, PD PSSI menghilangkan pasal 32 Statuta FIFA dan artikel ke-7 Kode Etik FIFA yang mengatur Executive Committee (Exco) semua asosiasi sepak bola, termasuk Ketua Umum harus bersih dari kriminal.
Ketiadaan dua item itulah yang seringkali dijadikan alasan bagi (pengurus) PSSI untuk mengelak untuk melengserkan Ketumnya yang tercatat sebagai kriminal. Para pembela Nurdin Halid menolak FIFA untuk melakukan pemilihan ulang Ketum PSSI, karena dia dianggap sebagai Ketum yang sah dan terpilih sebelum masuk ke penjara. Pengurus lainnya mengatakan, karena memang tidak ada aturannya yang melarang seorang yang dipidana memimpin sebuah institusi olahraga di Indonesia (Surya, 21/02/08).
Alasan itu pulalah yang mendorong PSSI tetap tidak bergeming menanggapi himbauan Wakil Presiden, Menteri Negara Olahraga dan Kepemudaan, maupun Ketum Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI), agar PSSI memenuhi permintaan FIFA. Keengganan inilah tampaknya yang memperkuat Nurdin Halid untuk bersikukug menolak mundur dari jabatannya. Menurutnya, tidak ada selembar surat dari anggota PSSI yang memintanya mundur atau yang meminta Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub), atau dari FIFA dan AFC (Surya, 22/2/08).
Dengan alasan yang hampor sama, para pengurus PSSI juga terkesan bertele-tele untuk menyempurnakan PD PSSI sebagaimana yang diminta oleh FIFA. Yang terbaru mereka akan mengadakan sosialisasi draft "terbaru" PD PSSI ke daerah untuk mencari masukan (detikspot.com, 23/02/08). Sosialiasi itu dimaksudkan untuk meminta masukan anggota PSSI mengenai draf hasil revisi tersebut. Pengajuan jadwal sosialisasi sudah dimasukkan Tim Revisi Pedoman Dasar ke Sekretaris Jenderal (Sekjen) PSSI Nugraha Besoes, dan tinggal menunggu jadwal.
Rencana sosialisasi ini tentu menambah aroma ketidaksedapan di tubuh PSSI, terkait dengan kesungguhannya dalam menjalankan perintah FIFA. Padahal otoritas sepak bola dunia ini secara tegas meminta PSSI agar segera menyelesaikan keorganisasiannya. Logikanya, PSSI seharusnya mengamandemen PD-nya terlebih dulu, kemudian diserahkan ke FIFA untuk disahkan, dan barulah diadakan sosialisasi. Bukan malah mengadakan sosialisasi terlebih dahulu, karena kesemrawutan ini terkait pelanggaran PSSI terhadap aturan FIFA.
Atau jangan-jangan sosialisasi ini adalah cara para pengurus PSSI untuk mencari sebanyak mungkin kambing hitam, jika suatu saat nanti FIFA membekukan PSSI. Sebab, surat yang dikirim 5 Februari kemarin, FIFA secara jelas memberi tenggat waktu kepada PSSI untuk menyelesaikan dua hal, yaitu amandemen PD dan pemilihan ulang Ketum. Untuk amandemen PD, PSSI diberi waktu 3 bulan seteleh tanggal surat FIFA diterima. Sementara pemilihan ulang Ketum PSSI, digelar 3 bulan seusai PD mendapatkan pengesahan FIFA dan Asian Football Confederation (AFC).
Namun surat FIFA, meminjam istilah Effendy Choirie, yang cetho welo-welo itu berusaha dikaburkan oleh sebagian pengurus PSSI. Para pembela Ketum bermasalah Nurdin Halid, pembelaan yang terasa mengalahkan kepentingan sepak bola nasional, menyebarkan opini sesat dan menyesatkan kepada publik. Mereka berusaha membohongi masyarakat dengan menyatakan bahwa inti surat FIFA adalah amandemen PD, bukan pemilihan nahkodanya.
Berdasarkan argumentasi para pembela Nurdin itu, terkesan jika ketidakberesan di tubuh PSSI sudah cukup lama terjadi secara sistematis dan profesional. Sebab, FIFA sebenarnya telah berkirim surat peringatan ke PSSI pada Juni 2007, tetapi surat itu unpublished karena Indonesia larut dalam euforia Piala Asia. Keborokan baru terkuak setelah Komite Asosiasi FIFA secara terbuka merelease dalam situsnya (29/10/07), serta surat Komite Asosiasi FIFA pada 5 Februari kemarin. sidang Komite Asosiasi FIFA yang dipimpin oleh Wakil Presiden FIFA Geoff Thompson, FIFA secara tegas meminta PSSI agar segera menyelesaikan keorganisasiannya.
Namun, segelintir pengurus PSSI selalu berusaha menantang arus besar itu, yang secara otomatis akan mengorbankan kepentingan sepak bola nasional dan martabat bangsa. Mereka menganggap peringatan FIFA ini bagai angin lalu saja, dengan selalu bermain retorika yang manipulatif. Mereka tetap berkilah dengan berbagai argumentasi yang palluatif, meski FIFA sudah berkirim surat kepada PSSI, bahkan presidennya sendiri harus mengecam Ketum PSSI. Ibarat katak di bawah tempurung, para pengurus PSSI seperti mempunyai kebenaran tersendiri dalam memaknai sepak bola yang berbeda dengan kebenaran di luarnya.
Faktanya, berbagai "borok" dalam tubuh PSSI memang sudah demikian parah. FIFA sebagai badan tertinggi sepak bola yang menaungi 208 negara, melihat PSSI telah melakukan berbagai pelanggaran sejak musyawarah luar biasa Makassar, 18–22 April 2007. Secara mengejutkan, agendanya diubah menjadi musyawarah nasional (Munas) ke-34 yang secara aklamasi menetapkan Nurdin Halid sebagai Ketum 2007–2011, serta produk ikutan Exco. Oleh FIFA, PSSI telah melanggar PD-nya sendiri, yaitu pasal 16 (1), Keputusan yang diambil Munas diberlakukan kepada anggota, 30 hari setelah Munas berakhir. Faktanya, PD langsung diberlakukan sehari setelah disahkan, dengan digelarnya pemilihan dan penetapan Ketum serta Exco.
Melihat karut-marut PSSI ini, seharusnya para pengurus yang berwenang mulai melihat profesionalitas kinerjanya sendiri serta merenung apakah pantas dirinya tetap mempertahankan jabatannya tersebut. Sebab, ketidakbecusannya tersebut (akan) mengorbankan sepak bola nasional yang saat ini sudah kering dari prestasi. Akan sangat spektakuler seandainya pejabat teras PSSI mau bertanggung jawab secara penuh terhadap berbagai kesemrawutan itu, serta dengan ksatria berlaku jujur. Pesan FIFA sangat jelas, PD PSSI menyalahi standar statuta FIFA dan kriminal diharamkan memimpin asosiasi sepak bola. Masih kurang jelaskah pesan FIFA itu bagi PSSI?!